Minggu, 26 Juni 2011

MODEL EVALUASI


MAKALAH
MODEL EVALUASI
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah                 : Evaluasi Pendidikan
Dosen Pengampu          : Ahmad Afroni, M.Ag


 









Disusun oleh :
KELOMPOK 4
Ikhsan Setia Pujiono              202109387
Munadiroh                              232108210
Sri Mutmainah                       232108211

KELAS F

JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2011

BAB I
PENDAHULUAN
Secara umum, evaluasi memiliki  dua fungsi utama yaitu untuk mengetahui pencapaian hasil belajar siswa dan hasil mengajar guru. Pengetahuan tentang hasil belajar siswa terkait dengan sejauh mana siswa telah mencapai tujuan pembelajaran atau kompetensi-kompetensi yang telah ditetapkan. Hasil mengajar guru terkait dengan sejauh mana guru sebagai manajer belajar siswa dalam hal merencanakan, mengelola, memimpin, dan mengevaluasi.
Realitas menunjukkan bahwa masih banyak yang mereduksi evaluasi sebagai kegiatan tes. Hal ini  dibuktikan  dengan kegiatan evaluasi yang menonjol di lembaga, dan satuan pendidikan. Kegiatan  tersebut adalah pelaksanaan tes yang dilaksanakan setelah penyelesaikan pokok bahasan tertentu (kompetensi dasar tertentu) sebagai tes formatif dan tes akhir semester yang dikenal dengan tes sumatif serta tes yang diselenggarakan di akhir jenjang pendidikan tertentu dalam bentuk ujian akhir sekolah dan ujian nasional. Dari tes formatif, sumatif, hingga ujian akhir sekolah dan ujian nasional, sebagian besar dalam bentuk tes. Tes tersebut sebagian besar dalam bentuk tes tertulis. Padahal, tes tertulis hanyalah salah satu bentuk tes (di samping tes lisan dan tindakan), dan tes hanyalah salah satu dari teknik evaluasi (di samping teknik nontes/alternative test).
Dalam tulisan ini akan mendeskripsikan secara ringkas perkembangan studi tentang evaluasi yang telah melahirkan berbagai model evaluasi. Dengan mengetahui ragam model evaluasi diharapkan akan menambah khazanah informasi kepada para pelaku pendidikan, khususnya tenaga pengajar. Oleh karena itu, untuk mengetahui pencapaian hasil belajar siswa dan efektivitas proses pembelajaran dapat dilakukan dengan memilih salah satu model evaluasi atau menggabungkan dua model evaluasi atau lebih.




BAB II
PEMBAHASAN
“MODEL EVALUASI”
A. Model Measurement
            Model ini dipandang sebagai model tertua di dalam sejarah evaluasi dan telah banyak dikenal di dalam proses evaluasi pendidikan. Tokoh-tokoh evaluasi yang dipandang sebagai pengembang model ini adalah R. Thorndike dan R.L. Ebel.[1]
1. Hakekat Evaluasi
            Sesuai dengan namanya, model ini sangat menitikberatkan peranan kegiatan pengukuran di dalam melaksanakan proses evaluasi. Pengukuran dipandang sebagai suatu kegiatan yang ilmiah dan dapat diterapkan dalam berbagai bidang persoalan termasuk ke dalamnya bidang pendidikan.
            Pengukuran menurut model ini tidak dapat dilepaskan dari pengertian kuantitas atau jumlah, sehingga hasil pengukuran itu selalu dinyatakan dalam bentuk bilangan.
            Dalam bidang pendidikan, model ini telah diterapkan dalam proses evaluasi untuk melihat dan mengungkapkan perbedaan-perbedaan individual maupun perbedaan-perbedaan kelompok dalam hal kemampuan serta minat dan sikap. Hasil pengukuran mengenai aspek-aspek tingkah laku di atas digunakan untuk keperluan seleksi siswa, bimbingan, dan perencanaan pendidikan bagi para siswa itu sendiri.
            Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa menurut model ini, evaluasi pendidikan pada dasarnya tidak lain adalah pengukuran terhadap berbagai aspek tingkah laku dengan tujuan untuk melihat perbedaan-perbedaan individual atau kelompok, yang hasilnya diperlukan dalam rangka seleksi, bimbingan, dan perencanaan pendidikan bagi para siswa di sekolah.[2]
2. Ruang Lingkup Evaluasi
            Yang djadikan objek dari kegiatan evaluasi model ini adalah tingkah laku, terutama tingkah laku siswa. Aspek tingkah laku siswa yang dinilai di sini mencakup kemampuan hasil belajar, kemampuan pembawaan, minat, sikap, dan juga aspek-aspek kepribadian siswa. Dengan kata lain, objek evaluasi di sini mencakup baik aspek kognitif maupun dengan kegiatan evaluasi pendidikan di sekolah, model ini menitikberatkan pada pengukuran terhadap hasil belajar yang dicapai siswa pada masing-masing bidang pelajaran dengan menggunakan tes. Hasil belajar yang dijadikan objek evaluasi di sini adalah hasil belajar dalam bidang pengetahuan yang evaluasinya dapat dilakukan secara kuantitatif-objektif dengan menggunakan prosedur yang dapat distandarisasikan.
3. Pendekatan
            Bentuk tes yang biasanya digunakan dalam model ini adalah bentuk tes objekif yang soal-soalnya berupa pilihan ganda, menjodohkan, benar salah dan sebagainya.
            Untuk mendapatkan hasil pengukuran yang setepat mungkin ada kecenderungan dari model measurement ini untuk mengembangkan ala-alat evaluasi yang baku. Tes yang belum dibakukan dipandang kurang dapat mencapai tujuan dari pengukuran itu sendiri. Mengingat salah satu tujuan pengukuran adalah mengungkapkan perbedaan individual di kalangan para siswa, maka dalam menganalisis soal-soal tes sangat diperhatikan faktor tingkat kesukaran dan daya pembeda yang dimiliki masing-masing soal.
            Untuk mengungkapkan hasil-hasil yang telah dicapai kelompok ataupun masing-masing individu di dalam evaluasi mengenai suatu bidang pelajaran tertentu, dikembangkan suatu norma kelompok berdasarkan angka-angka nyata yang diperoleh siswa di dalam tes yang telah dilaksanakan. Norma yang digunakan di sini adalah norma relatif.
            Pendekatan yang juga ditempuh oleh model ini di dalam menilai sistem pendidikan adalah membandingkan hasil belajar antara dua atau lebih kelompok yang menggunakan cara pengajaran yang berbeda sebagai variabel bebas.[3]

B. Congruence Model
            Model kedua ini dapat dipandang sebagai reaksi terhadap model yang pertama. Tokoh-tokoh evaluasi yang merupakan pengembang model ini antara lain adalah Raph W. Tyler, John B. Carroll, dan Lee J. Cronbach.[4]
1. Hakikat Evaluasi
            Menurut model ini, evaluasi itu tidak lain adalah usaha untuk memeriksa persesuaian (congruence) antara tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan dan hasil belajar yang telah dicapai. Berhubung tujuan-tujuan pendidikan menyangkut perubahan-perubahan tingkah laku yang diinginkan pada diri anak didik, maka evaluasi yang dinginkan itu telah terjadi. Hasil evaluasi yang diperoleh berguna bagi kepentingan menyempurnakan sistem bimbingan siswa dan untuk memberikan informasi kepada pihak-pihak di luar pendidikan mengenai hasil-hasil yang telah dicapai.
2. Ruang Lingkup
            Objek evaluasi dalam model ini adalah tingkah laku siswa. Secara lebih khusus, yang dinilai di sini adalah perubahan tingkah laku yang diinginkan yang diperhatikan oleh siswa pada akhir kegiatan pendidikan.
            Tingkah laku hasil belajar ini tidak hanya terbatas pada aspek pengetahuan, melainkan juga mencakup aspek keterampilan dan sikap, sebagai hasil dari proses pendidikan.[5]
3. Pendekatan
            Dalam menilai hasil belajar yang mencakup berbagai jenis sebagaimana yang tercantum dalam rumusan, tujuan-tujuan pendidikan yang ingin dan perlu dicapai, model ini menganut pendirian bahwa berbagai kemungkinan alat evaluasi perlu digunakan.
            Ada dua hal penting yang perlu dikemukakan mengenai pendekatan evaluasi yang dianut oleh model ini:
Pertama, model ini menyarankan digunakannya prosedur pre dan post test untuk menilai hasil yang dicapai siswa sebagai akibat dari kegiatan pendidikan yang telah diikutinya.
Kedua, model ini tidak menyarankan dilaksanakannya apa yang disebut evaluasi perbandingan untuk melihat sejauh mana kurikulum yang baru lebih efektif dari kurikulum yang ada.
Langkah-langkah yang perlu ditempuh di dalam proses evaluasi menurut model ini, Tyler mengajukan 4 langkah pokok yaitu:
a)      Merumuskan atau mempertegas tujuan-tujuan pengajaran.
b)      Menetapkan “test situation” yang diperlukan.
c)      Menyusun alat evaluasi.
d)      Menggunakan hasil evaluasi.
Berhubung setiap sistem pendidikan memiliki berbagai tujuan yang ingin dicapainya, akan lebih tepat bila hasil evaluasi tidak dinyatakan dalam bentuk hasil keseluruhan tes tapi dalam bentuk hasil bagian dari tes yang bersangkutan, sehingga terlihat bagian-bagian mana dari sistem pendidikan yang masih perlu disempurnakan.[6]
C. Educational System Evaluation Model
            Model ketiga yang ini merupakan reaksi terhadap kedua model terdahulu. Tokoh-tokoh evaluasi yang dipandang sebagai pengembang dari model yang ketiga ini antara lain adalah Daniel L. Stufflebeam, Michael Scriven, Robert E. Stake dan Malcolm M. Provus.
1. Hakikat Evaluasi
            Model ini bertitik tolak dari pandangan, bahwa keberhasilan dari suatu sistem pendidikan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Evaluasi menurut model ini dimaksudkan untuk membandingkan performance dari berbagai dimensi sistem yang sedang dikembangkan dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya sampai pada suatu deskripsi dan judgement mengenai sistem yang dinilai tersebut.
            Ada empat hal yang perlu dikemukakan mengenai pandangan model yang ketiga ini tentang evaluasi:
  1. Evaluasi itu ditujukan kepada berbagai dimensi dari sistem yang sedang dikembangkan, tidak hanya dimensi hasilnya saja.
  2. Proses evaluasi itu mencakup perbandingan antara performance dan kriteria, baik kriteria yang sifatnya mutlak maupun relatif.
  3. Evaluasi tidak hanya berakhir dengan suatu deskripsi mengenai keadaan sistem yang bersangkutan tetapi juga menuntut adanya jugdement sebagai kesimpulan dari hasil evaluasi.
  4. Hasil evaluasi digunakan sebagai bahan atau input bagi pengambilan keputusan dalam rangka penyempurnaan sistem maupun penyimpulan mengenai kebaikan sistem yang bersangkutan secara keseluruhan.
2. Ruang Lingkup
            Ruang lingkup evaluasi yang diajukan oleh model ketiga ini adalah bahwa:
  1. Objek evaluasi dalam rangka pengembangan kurikulum atau sistem pendidikan mencakup sekurang-kurangnya 3 dimensi, yaitu dimensi peralatan/sarana, proses dan hasil yang dicapai.
  2. Jenis-jenis data diperlukan dalam proses penilaian mencakup data objektif maupun data subjektif.
3. Pendekatan
            Ada dua pendekatan utama yang diajukan oleh model ini dalam pelaksanaan evaluasi yaitu:
  1. Perbandingan performance berdasarkan kriteria intern.
Pendekatan yang pertama ini ditempuh pada saat sistem masih berada pada fase pengembangan dan masih mengalami perbaikan-perbaikan. Untuk setiap dimensi sistem (input, proses, hasil) dilakukan evaluasi berdasarkan kriteria yang ada:
(1)         Rencana dinilai berdasarkan kriteria rencana yang baik.
(2)         Proses (pelaksanaan) dievaluasi dari kesesuaiannya dengan rencana yang ada. Rencana kegiatan di sini berlaku sebagai kriteria.
(3)         Hasil yang dicapai dinilai dari kesesuaiannya dengan tujuan yang ingin dicapai. Tujuan di sini berlaku sebagai kriteria.
  1. Perbandingan performance berdasarkan  kriteria ekstern.
Pendekatan yang kedua ini ditempuh pada saat sistem sudah berada dalam keadaan “siap” setelah mengalami perbaikan-perbaikan selama fase pengembangan. Kalau dalam pendekatan yang pertama salah satu pertanyaan yang diajukan adalah “sejauh mana sistem yang dikembangkan itu telah mencapai tujuannya”, dalam pendekatan yang kedua ini pertanyaan menjadi “apakah sistem yang baru ini lebih baik dari sistem yang ada sekarang”.
            Untuk melaksanakan kedua pendekatan di atas diperlukan berbagai cara evaluasi di samping tes hasil belajar, yaitu observasi, angket, wawancara, dan juga content analysis, mengingat data yang dikumpulkan di sini mencakup baik data objekif maupun data subjektif.
D. Illuminative Model
            Model yang keempat ini dikembangkan sebagai reaksi terhadap dua model evaluasi yang pertama, yaitu measurement dan congruence. Model ini dikembangkan terutama di Inggris dan banyak dikaitkan dengan pendekatan dalam bidang antropologi. Salah seorang tokoh yang paling menonjol dalam usahanya mengembangkan model ini adalah Malcolm Parlett.[7]
1. Hakikat Evaluasi
            Tujuan evaluasi menurut model yang keempat ini adalah mengadakan studi yang cermat terhadap sistem yang bersangkutan. Hasil evaluasi yang dilaporkan lebih bersifat deskripsi dan interpretasi, bukan pengukuran dan prediksi. Oleh karena itu dalam pelaksanaan evaluasi, model yang keempat ini lebih banyak menekankan pada penggunaan Judgement.
            Model ini juga memandang fungsi evaluasi sebagai bahan atau input untuk kepentingan pengambilan keputusan dalam rangka penyesuaian-penyesuaian dan penyempurnaan sistem yang sedang dikembangkan.
2. Ruang Lingkup
            Objek evaluasi yang diajukan oleh model ini mencakup:
  1. Latar belakang dan perkembangan yang dialami oleh sistem yang bersangkutan.
  2. Proses pelaksanaan sistem itu sendiri.
  3. Hasil belajar yang diperlihatkan oleh para siswa.
  4. Kesukaran-kesukaran yang dialami dari perencanaan sampai dengan pelaksanaannya di lapangan.
  5. Efek samping dari sistem yang bersangkutan.
3. Pendekatan
            Model evaluasi ini mengajukan pendekatan yang merupakan alternatif bagi apa yang disebut sebagai agricultural-botany paradigm, yang selain digunakan dalam ilmu pengetahuan alam juga digunakan dalam eksperimen dalam bidang psikologi.
            Cara-cara yang digunakan dalam pendekatan ini tidak bersifat standar melainkan lebih bersifat fleksibel dan selektif, karena situasi yang akan dinilai bersifat terbuka dan mengandung segala macam kemungkinan.
            Ada tiga fase kegiatan evaluasi yang diajukan yang secara berturut-turut sebagai berikut:
  1. Observe
Dalam tahap ini penilai mengunjungi sekolah tempat suatu sistem sedang dikembangkan.
  1. Inquiry further
Dalam tahap kedua ini, berbagai persoalan yang terlihat atau terdengar dalam tahap pertama kini diseleksi untuk mendapatkan perhatian dan penelitian lebih lanjut.
  1. Seek to explain
Dalam tahap ketiga, penilai mulai meneliti sebab-akibat dari masing-masing persoalan. Di sini mulai digali faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya persoalan-persoalan tadi.
            Pendekatan yang digambarkan di atas, dalam model ini disebut sebagai progressive focussing yang kegiatan penilaiannya dilakukan secara bertahap dengan fokus  yang makin lama makin terarah sampai kepada interpretasi.
            Dalam pengumpulan berbagai data yang diperlukan digunakan berbagai cara, yaitu observasi, wawancara, angket, dan analisis bahan-bahan dokumentasi.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
            Model-model evaluasi antara lain: Measurement Model, Congruence Model, Educational System Evaluation Model, dan Illuminative Model.
            Menurut Measurement model, evaluasi pendidikan pada dasarnya tidak lain adalah pengukuran terhadap berbagai aspek tingkah laku dengan tujuan untuk melihat perbedaan-perbedaan individual atau kelompok.
            Menurut Congruence Model, evaluasi itu tidak lain adalah usaha untuk memeriksa persesuaian (congruence) antara tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan dan hasil belajar yang telah dicapai.
            Evaluasi menurut Educational System Evaluation Model, dimaksudkan untuk membandingkan performance dari berbagai dimensi sistem yang sedang dikembangkan dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya sampai pada suatu deskripsi dan judgement mengenai sistem yang dinilai tersebut.
            Illuminative Model, juga memandang fungsi evaluasi sebagai bahan atau input untuk kepentingan pengambilan keputusan dalam rangka penyesuaian-penyesuaian dan penyempurnaan sistem yang sedang dikembangkan.
           

DAFTAR PUSTAKA

Daryanto. 1999. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

http://www.scribd.com/doc/37018742/1-Model-Model-Evaluasi-Pendidikan-Rohmad-Qomari-1



[1] http://www.scribd.com/doc/37018742/1-Model-Model-Evaluasi-Pendidikan-Rohmad-Qomari-1
[2] Daryanto, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), hlm. 72-73
[3] Ibid, hlm. 74-77
[4] http://www.scribd.com/doc/37018742/1-Model-Model-Evaluasi-Pendidikan-Rohmad-Qomari-1
[5] Ibid, hlm. 77-81
[6] Ibid, hlm. 81-83
[7] http://www.scribd.com/doc/37018742/1-Model-Model-Evaluasi-Pendidikan-Rohmad-Qomari-1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar